Meski Presiden Joko Widodo meminta pengesahan RKUHP ditunda, DPR mengatakan masih akan tetap memonitor apakah RKUHP akan dapat disepakati pada minggu ini atau sebelum masa kerja DPR kali ini selesai.
Di tengah pertemuan antara Presiden Jokowi dan DPR, ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta berkumpul di pertigaan Colombo, Gejayan, Yogyakarta (23/09) untuk menentang sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang dianggap kontroversial, termasuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Revisi KPK yang telah disepakati.
Aksi mahasiswa dengan tuntutan serupa juga terjadi di kota lain termasuk Jakarta, Bandung, Banyumas, Jember, Lampung, hingga Makassar.
Seusai rapat jajaran pimpinan DPR dan Presiden Jokowi (23/09), Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap mengatakan RKUHP tidak akan disahkan dalam paripurna terdekat, yaitu pada Selasa (24/09).
Ia mengatakan, masih ada tiga kali rapat paripurna hingga tanggal akhir September 2019.
"Nanti sebelum itu (tanggal 30 September) ada forum lobi dengan pemerintah dan DPR. Nanti kita lihat sejauh mana forum lobi itu menghasilkan sesuatu yang baik untuk kita semua dan tentu sampai dengan tanggal 30 (kami) memonitor terus apa yang terjadi di tengah masyarakat," ujar Mulfachri.
"Nanti forum lobi itu bisa menghasilkan sesuatu yg produktif bagi keberlangsungan RKUHP yang ramai dibicarakan di publik ini."
Pekan lalu, Jokowi meminta pembahasan RKUHP ditunda dan tidak disahkan oleh DPR periode 2014-2019.
"Saya juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk kembali menjaring masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ujar Presiden Jokowi.
'Teguran untuk Jokowi'
Aksi mahasiswa yang terjadi di sejumlah kota ini disebut peneliti Puskapol UI, Delia Wildianti, sebagai bentuk teguran mahasiswa atas kebijakan Jokowi yang terlihat mundur.
Meski sejumlah media telah memuat berita mengenai kontroversi RKUHP, yang di antaranya memuat pasal penghinaan presiden, Delia menilai presiden baru memutuskan menunda pengesahan RUU itu setelah gerakan people power dalam bentuk demonstrasi masyarakat.
Jika tidak ada protes masyarakat, Delia mengatakan tidak yakin RKUHP akan ditunda.
"Ketika baru ada reaksi setelah ada aksi dan desakan (masyarakat), berarti memang dari awal (pembuatan RUU) bukan atas kajian-kajian yang komprehensif terkait isu-isu atau pasal-pasal (kontroversial)," ujarnya.
Hal senada disampaikan peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Rocky Intan, yang menyebut kebijakan Jokowi tidak akan efektif untuk jangka panjang karena ia cenderung baru bertindak ketika ada penolakan masyarakat.
Delia juga merujuk keberpihakan Jokowi pada pengesahan RUU KPK, meski kata Delia, sejumlah pasal dalam peraturan itu menuai kritik dari masyarakat sipil, akademisi, dan sebagainya.
"Presiden turut menyetujui. Itu kan sebenarnya 'tarikan balik' untuk Pak Jokowi. Masyarakat melihat keberpihakan itu berarti mendukung RUU KPK," ujar Delia.
'Presiden jangan abai RUU'
Delia mengatakan presiden harus tahu dan bertanggung jawab atas seluruh pembahasan UU yang ada.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi dan DPR, ujar Delia, seharusnya memiliki rencana jelas tentang regulasi yang akan dikeluarkan, dan menunjukkan keberpihakan pada masyarakat.
"(Pemerintah dan DPR) tidak boleh abai terhadap komponen lain, seperti partisipasi masyarakat, sehingga tidak melahirkan UU yang catat dan menimbulkan kontroversi," ujar Delia.
Ia menambahkan demonstrasi mahasiswa yang meluas tidak bisa diremehkan.
"Menurut saya ini menjadi ancaman tersendiri bagi eksistensi presiden karena kita tahu sejarah reformasi, mahasiwa punya 'power' yang begitu kuat dalam menurunkan rezim orde baru," ujarnya.
Aksi di Yogyakarta, seperti dilaporkan wartawan setempat Furqon Ulya Himawan untuk BBC Indonesia, para mahasiswa meneriakkan "Hidup rakyat, hidup mahasiswa!' dan mereka juga menyanyikan lagu "Darah Juang".
Salah seorang pendemo, Aga Anugerah, mengatakan ia berharap DPR fokus pada pengesahan regulasi yang berdampak luas pada masyarakat.
"Semoga yang diatur itu RUU yang penting, bukan yang tidak penting sampai hewan ternak, selangkangan diatur," ujar Aga Anugerah, merujuk pada ketentuan-ketentuan dalam RKUHP.
Pendemo lainnya, Nafisatul Khaidah, mengatakan ia mengikuti demo itu karena resah dengan kebijakan pemerintah dan para elite politik.
Ia menyebut keputusan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RKUHP adalah langkah yang "nyeleneh".
"Sementara RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang sudah lama diwacanakan tidak segera di sahkan," ujar Nafisatul.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, telah menyepakati pengesahan RKUHP dengan 10 fraksi di DPR di komisi III, untuk mengesahkannya pada Rapat Paripurna (24/09).
Namun, rencana itu menuai penolakan masyarakat, hingga akhirnya Jokowi mengatakan ia telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk menyampaikan pada DPR bahwa pemerintah meminta pembahasan RKUHP ditunda.