Australia bikin satgas khusus atasi pengaruh China di berbagai universitas

Suasana kampus di University of New South Wales, Sydney.Hak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionAustralia mengatakan mereka perlu mengatasi pengaruh internasional di berbagai universitas mereka.
Australia secara resmi akan menyelidiki pengaruh asing di universitas-universitas mereka di tengah kekhwatiran meningkatnya pengaruh China di kampus-kampus.
Kebijakan ini diambil terkait laporan adanya mahasiswa dan staf yang melakukan "swasensor" dalam isu-isu sensitif, semisal protes prodemokrasi di Hong Kong.
Pemerintah Australia juga menyatakan beberapa universitas juga telah menjadi sasaran serangan siber yang disponsori oleh China.
Pemerintah kemudian membentuk satuan tugas atau satgas intelijen untuk mengatasi ancaman-ancaman ini.
"Universitas juga harus bertindak untuk melindungi informasi berharga yang mereka miliki, di mana ini juga merupakan bagian dari kepentingan nasional," kata Menteri Pendidikan Dan Tehan dalam pidatonya.
Tehan menghubungkan langkah mengatasi campur tangan asing ini dengan "perluasan" perlindungan kebebasan bicara dan kebebasan akademis di kampus.
Universities Australia, kelompok asosiasi universitas di sana, menyambut baik pengumuman ini sembari mengatakan perlunya sikap "berimbang dan hati-hati".
Menanggapi pengumuman ini, China menyebutnya sebagai "tak beralasan".
Mengapa langkah ini diambil?
Pengumuman ini dibuat pada 28 Agustus, tanpa menyebut nama negara tertentu.
Namun belakangan kekhawatiran terhadap pengaruh China di kampus-kampus meningkat.
Belum lama ini terjadi bentrokan di sejumlah universitas antara mahasiswa yang mendukung gerakan prodemokrasi di Hong Kong dengan mahasiswa China daratan yang mendukung pemerintah mereka.
Bentrokan mahasiswa saat protes pada tanggal 24 JuliHak atas fotoPHOEBE FAN
Image captionDemonstrasi mahasiswa China yang pro-Hong Kong bentrok dengan mahasiwa China lain di di University of Queensland bulan Juli lalu.
Bentrokan ini termasuk yang membuat pengumuman ini dikaitkan dengan kekhawatiran akan pengaruh China.
"Kita harus... menciptakan lingkungan di mana ketidaksepakatan bisa dilakukan dengan aman tanpa ancaman," kata Tehan.
"Beberapa mahasiswa dan staf di kampus telah menyensor diri sendiri karena takut akan diteriaki atau dikecam apabila mengungkapkan pandangan mereka yang sesungguhnya. Ini harus menjadi perhatian kita bersama," kata Tehan.
Seorang pengajar di University of Melbourne, Australia yang dihubungi oleh BBC News Indonesia merasakan adanya ketegangan semacam itu.
Sesudah bentrokan antara mahasiswa Hong Kong dan China daratan di Monash University dan RMIT, ketika diadakan Open Day di kampusnya, semua seksi terkait China dijaga secara khusus.
"Selain itu banyak terjadi bullying di kelas dan aplikasi WhatsApp dan WeChat," katanya.
Seorang pengajar dikatakan sebagai "Hong Kong Pigs" ketika sedang mengajar dan mengkritik kebijakan pemerintah China terhadap Hong Kong.
"Kebebasan akademik sedang terancam secara langsung," katanya lagi.
Tujuan satgas
Di sisi lain, sektor pendidikan tinggi Australia sendiri dikritik lantaran sangat tergantung secara finansial pada mahasiswa internasional.
Jumlah mahasiswa China kini nyaris sepertiga dari seluruh mahasiswa internasional di Australia.
Pemerintah mengatakan tim University Foreign Interference Taskforce - yang terdiri dari agen intelijen, birokrat pendidikan dan pimpinan universitas - ditujukan untuk meningkatkan pertahanan siber di universitas.
Bulan lalu, Australian National University memastikan bahwa mereka telah menjadi sasaran penjebolan data besar-besaran, di mana data 200.000 orang mahasiswa dan staf telah dicuri.
Mahasiswa di kampus AustraliaHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionUpaya mengatasi 'pengaruh asing' ini dikaitkan dengan perluasan jaminan kebebasan bicara dan kebebasan akademik yang dinyatakan terancam akibat swa-sensor.
"Menurut laporan dari Australian Cyber Security Centre, universitas di Australia terus menjadi sasaran," kata Tehan lagi.
Ia menyatakan tim ini akan mengembangkan perlindungan untuk membantu universitas melindungi riset dan kekayaan intelektual mereka, serta membuat kerja sama dengan akademisi asing berlangsung "lebih transparan".
Langkah apa lagi yang dilakukan?
Australia meloloskan undang-undang di tahun 2017 yang menyaratkan organisasi asing untuk mendaftar dan mengumumkan hubungan mereka dengan pemerintah negaranya.
Pemerintah Australia tengah menyelidiki peran Confucius Institutes, Pusat bahasa dan kebudayaan China, yang didanai pemerintah China. Lembaga ini hadir di kampus-kampus tetapi belum mendaftarkan diri.
Kantor berita AFP menyebutkan berbagai universitas di Australia telah menerima puluhan juta dolar Amerika dari Beijing untuk mendirikan lembaga Confucius Institutes untuk pengajaran bahasa.
President China Xi Jinping pada pembukaan Confucius Institute di RMIT University, Melbourne pada tahun 2010Hak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionPresident China Xi Jinping pada pembukaan Confucius Institute di RMIT University, Melbourne pada tahun 2010.
Kekhawatiran terhadap lembaga ini muncul di negara bagian New South Wales dan pemerintah setempat membatalkan kontrak dengan mereka untuk mengajar program bahasa di sekolah-sekolah negeri.

Sikap China

Menanggapi langkah pemerintah Australia ini, juru bicara kementrian luar negeri China Geng Shuang seperti dikutip kantor berita AFP menyatakan "apa yang disebut infiltrasi China di Australia dan pernyataan seputar itu tidak berdasar dan dibuat berdasar niat buruk."
Ia mengatakan "mempolitisir kerja sama pendidikan dan membuat hambatan tidak akan menguntungkan pihak mana pun".


Share:

Arsip Blog

Recent Posts